Oleh Hilal Mulki Putra, mahasiswa PGMI INISNU Temanggung
Jika berbicara tentang pendidikan inklusi pada peserta didik tak ada habisnya untuk dikaji kembali, mengingat bahwasannya pendidikan inklusi merupakan sebuah progam pendidikan yang diperuntukan kepada peserta didik yang memiliki kondisi fisik, mental dan karakter yang berbeda tidak seperti anak-anak pada umumnya.
Menurut Hildegun Olse, pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat. (Tarmansyah, 2007: 82)
Dapat kita tarik benang merah dari pendapat di atas bahwasannya pendidikan inklusi merupakan sebuah progam pendidikan khusus atau sistem layanan pendidikan yang mengatur agar difabel dapat dilayani di sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Tanpa harus dikhususkan kelasnya, siswa dapat belajar bersama dengan aksesibilitas yang mendukung untuk semua siswa tanpa terkecuali difabel.
Dalam realitanya sendiri, anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) kadang mendapat perundungan hingga pembullyan di lingkungan satuan pendidikan, hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor yang salah satunya adalah karena orang tua memasukkan buah hatinya dalam lingkungan satuan pendidikan umum dimana dalam satuan pendidikan umumnya belum mempunyai seorang guru khusus untuk mendampingi proses belajar anak berkebutuhan khusus (ABK).
Kelas inklusi solusi atau pembatas interaksi?
Banyak yang berpikiran bahwasannya kelas inklusi menjadi sebuah pemisah atau pembatas proses interaksi seorang ABK dengan anak normal pada umumnya. Tetapi perlu digarisbawahi bahwasannya tujuan kelas inklusi sebenarnya adalah kelas khusus untuk mendidik para siswa ABK agar dapat berkembang dalam nilai karakter agar kedepannya mampu dapat berinteraksi dengan lingkungan pada umumnya.
Kelas inklusi merupakan sebuah langkah untuk menciptakan kelas inklusif yang didalamnya Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya. Kita tahu bahwasannya kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus tak hanya sebatas pemberian materi pembelajaran, tetapi juga diperlukan pengawasan ekstra dari guru pengampu terhadap perkembangan nilai karakter ABK.
Adapun banyak hal yang perlu diperhatikan oleh banyak guru sebagai pembimbing khusus peserta didik berkebutuhan khusus, dimana aspek kognitif, psikomotif hingga karakter pun perlu adanya proses pengembangan sehingga kedepannya diharapkan peserta didik mampu berkembang sesuai dengan peserta didik lainnya.
Selain mengembangkan aspek psikomotorik, kognitif dan karakter ABK. Kelas inklusi juga bertujuan menghindari diskriminasi terhadap peserta didik berkebutuhan khusus oleh peserta didik normal pada umumnya, sehingga tercipta proses pembelajaran tanpa diskriminasi dan harmoni.
Pendidikan untuk bahagia
Pendidikan menjadi bagian penting dalam upaya mengangkat kebodohan, derajat dan pengetahuan terhadap semua manusia terkhusus peserta didik sekolah dasar yang memilki keterbelakangan mental, fisik dan karakter. Semua peserta didik berhak mendapat akses pendidikan yang inklusif.
Sedikit mantra oleh M. Robaetu Nawa dalam artikelnya, “Pendidikan adalah salah satu jalan untuk mencapai kebahagiaan dan bukan hanya sekedar mencari kertas bertuliskan ijazah, ataupun harta melainkan untuk membuat hidup kita lebih bermanfaat dan mampu memajukan harkat dan martabat bangsa pada masa millenial ini.” (Tabayuna, 2019)
Dari pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwasannya tujuan pendidikan tak hanya sebatas pada lingkup formalitas saja. Tetapi makna dalam proses pendidikan inilah yang akan membentuk pribadi setiap peserta didik normal maupun yang mengalami keterbelakangan menjadi sosok yang mampu menciptakan asas kebahagiaan dan kemanfaatan untuk diri sendiri maupun kepada khalayak lain.
0 Komentar